RUMAH OEI LASEM
Sejarah panjang Lasem bisa ditemui di Rumah Oei. Rumah Oei milik Oei Am. Ia merantau dari Cina ke pesisir Lasem saat usianya 15 tahun. Oei tidak pernah kembali lagi ke Cina sejak ia memutuskan merantau. Ia bahkan menikahi penduduk asli Lasem saat berumur 17 tahun. Setelah menikah, wanita yang dinikahi Oei berganti nama menjadi Tjioe Nio. Nama tersebut berarti seorang wanita yang pandai menari dan membatik. Bersama istrinya Oei Am membangun rumah yang kini menjadi Rumah Oei sebagai pusat sejarah Lasem. Rumah Oei adalah mandatory bila berkunjung ke Lasem.

Rumah Oei berdiri sejak 1818 di Jalan Jatigoro 10. Meskipun sudah berusia 200-an tahun, namun konstruksinya masih asli. Kayu-kayunya tak ada yang diubah, lantainya terakota berlapis semen dan bangunannya megah khas abad 18.


Penduduk Lasem memiliki prinsip untuk selalu hidup rukun dan saling membantu. Tak heran ketika mereka berperang dengan Belanda, masyarakat Cina Lasem pun ikut melawan Belanda.

Sebagian besar masyarakat Lasem memeluk agama Islam, selebihnya Kristen, Budha, dan penganut kepercayaan.

Dalam silang budaya terjalinlah hubungan romantis antara masyarakat Cina dan penduduk asli Lasem. (Dari dulu hingga saat ini).


FORT VAN DEN BOSCH – Ngawi
Fort Van Den Bosch dibangun pada abad ke-19 di Ngawi, Jawa Timur. Ngawi ditetapkan oleh pemerintah Belanda sebagai salah satu daereah penting untuk perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur. Pada masa Perang Diponegoro (1825 – 1830), Ngawi menjadi pusat pertahanan Belanda untuk wilayah Madiun dan sekitarnya.

Setelah kemerdekaan RI, Fort Van den Bosch dipakai oleh Batalyon ARMED 12 KOSTRAD Ngawi. Pada tahun 2011 Benteng ini diserahkan oleh Kostrad kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi. Meskipun kemegahan arsitektur bangunannya masih bisa dikagumi, namun kondisinya memprihatinkan.

Benteng Van Den Bosch menyatu dengan bangunan rumah tinggal, komplek makam, penjara, dan bangunan untuk bersenang-senang.

Fort Van den Bosch perlu dilestarikan sebagai cagar budaya dan perlu penataan lingkungan yang lebih bagus dan serius supaya bisa menjadi tujuan wisata sejarah yang memukau.

INGKUNG KUALI BANTUL
Ingkung adalah ayam kampung yang dimasak utuh dan dibumbu opor. Ayam Ingkung memiliki cerita yang romantis. Ayam yang berhak menjadi ayam ingkung haruslah ayam jantan yang gagah berani.

jantan atau betina.
Asal muasal “ingkung” berasal dari bahasa Jawa, yaitu “ingsun” yang artinya “aku” dan “manekung” yang bermakna berdoa dengan sungguh-sungguh. Awalnya ingkung hanya digunakan untuk sesaji pada masa kerajaan Mataram. Seiring perkembangan zaman, ingkung bisa dikonsumsi masyarakat bukan bangsawan yang suka makan ayam.

Ayam ingkung pun makin membuka diri dan bersedia disajikan dalam bentuk rica ingkung, ingkung bumbu rujak, ingkung goreng, dan ingkung bacem.

Meskipun ingkung bersedia dimasak dalam berbagai masakan, namun ingkung tetaplah ingkung. Ingkung haruslah tetap berupa ayam utuh yang tidak boleh dipotong. Bahkan ingkung yang berasal dari ayam betinapun sudah mulai unjuk gigi.


Bila ingin makan ingkung, restoran yang menjadi rujukan adalah Ingkung Kuali di Desa Wisata Kalakijo, Bantul. Daerahnya agak terpencil, namun ramai dikunjungi orang.

Restoran Ingkung Kuali Kalakijo menyediakan 3 macam varian ingkung. Ingkung origional, ingkung rica dan goreng. Ingkung Kuali Kalakijo rasanya sadis. Enak sekali. *
