oportunis militan

Sudah lama saya tidak menulis kalimat-kalimat panjang. Hari ini saya ingin menulis banyak kalimat panjang yang memiliki arti mendalam; setidaknya bagi saya.

Saya tidak pernah menyangka kehidupan berubah drastis karena pandemik Covid-19. Masa-masa sulit datang silih berganti, situasi dan kondisi tidak bisa diprediksi, kekeliruan terjadi disana-sini, informasi pun simpang siur. Sulit memilih siapa yang pantas dipercaya. Awalnya saya mengeluh, karena saya tidak tahan dengan kebisingan informasi. Lama kelamaan saya sadar bahwa mengeluh akan membuat beban makin berat dan bisa membuat saya depresi; toh bukan saya saja yang mengalaminya, seluruh dunia mengalaminya, sehingga tidak pantas apabila saya melanjutkan mengeluh. Yang saya lakukan adalah menghadapinya dengan berani. Harus saya akui, keberanian saya tidak selalu muncul. Jika mulai redup, saya harus munculkan lagi. Tidak gampang, tetapi harus saya lakukan.

Biasanya saya mengandalkan keahlian saya melamun untuk mendapatkan ide segar yang kreatif. Banyak lamunan-lamunan saya yang menjadi kenyataan dan bermanfaat untuk diri saya dan orang banyak. Namun pada masa pandemik ini, alih-alih mendapatkan ide segar, lamunan saya malah menggiring saya pada sikap yang pesimis. Untungnya saya memiliki penawarnya. Kegemaran saya melamun saya imbangi dengan hobi saya yang lain, yaitu tidur. Jika hasrat melamun tinggi, saya cepat-cepat tidur sebelum halusinasi menyerang. Ini hampir mirip dengan prinsip entropi dalam ilmu fisika. Jika dua benda yang berbeda suhunya bersentuhan, maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya lebih panas ke benda yang suhunya lebih dingin. Seingat saya Gustav Jung juga menggunakan istilah energi entropi untuk menjelaskan dinamika kepribadian. Kata Jung, “Setiap perkembangan yang seimbang dari semua unsur kepribadian akan menghasilkan keharmonisan, relaksasi dan kepuasan, sedangkan setiap perkembangan yang berat sebelah akan menimbulkan konflik, ketegangan, dan tekanan.” Jadi keputusan saya memilih hobi melamun dan tidur tentunya sudah benar.

Seperti wanita masa kini pada umumnya, saya memiliki 5 prinsip hidup. Pertama, saya selalu mempersiapkan kemungkinan terburuk, kedua saya tidak kecewa berlebihan apabila gagal, ketiga saya tidak akan sedih berkepanjangan apabila tidak ada dukungan, keempat saya bisa menyesuaikan dengan cepat dan tepat antara keinginan dan kemampuan yang saya miliki, dan kelima untuk mencapai tujuan, tidak diperlukan tindakan ekstrim. Setiap hari saya memberitahu diri saya bahwa kehidupan wanita masa kini harus lebih baik setiap harinya. Meskipun kecil, tetapi harus ada perubahan menjadi lebih baik. Dari hal kecil, maka akan menjadi besar. Saya setuju soal atomik habit. Atomik habit adalah kebiasaan kecil yang mudah dan sederhana untuk dilakukan. Kebiasaan kecil yang pada awalnya terlihat sepele, akan mmbuahkan hasil yang baik bila kita konsisten melakukannya. Menurut James Clear, kebiasaan kecil ini adalah komponen dari sistem pengembangan diri yang kita miliki. Bayangkan apabila kebiasaan-kebiasan kecil itu berkumpul menjadi satu, lalu membesar dan terus menjadi besar, tentunya kualitas hidup kita akan semakin baik.

Tidak ada yang siap dengan pandemik ini. Semua orang akan memiliki cara sendiri untuk menghadapi pandemik. Setiap menit saya dilatih oleh pandemik supaya bisa membagi porsi yang pantas terhadap pikiran yang optimis, pesimis, realistis, idealis, oportunis dan pragmatis. Sepanjang masa pandemik ini, saya tidak memberi porsi banyak pada pikiran idealis karena tidak cocok. Pikiran idealis seringkali mengarahkan saya untuk bertindak ekstrim. Jika tidak hati-hati saya akan rata dengan tanah. Belajar dari JRX, jangan bertindak ekstrim untuk mencapai tujuan. Sebuah tujuan harus diraih dengan cara yang benar, baik dan tidak melanggar hukum. JRX ditangkap polisi karena menghadapi pandemik dengan cara ekstrim. Meskipun yang disuarakan mengandung kebenaran, namun karena caranya salah, ia tidak mendapatkan apa yang dicita-citakan. Apalagi pemerintah sedang sensitif. Pemerintah tidak menyukai idealisme yang disuarakannya dengan kasar.

Dalam suasana pandemik yang serba sulit ini, saya memberikan porsi yang besar terhadap pemikiran oportunis. Bagi saya, pemikiran oportunis mampu mengubah pandemik ini menjadi peluang yang bisa memberi banyak manfaat. Saat orang lain melihat tidak adanya harapan selain menyerah dan pasrah pada pandemik, saya melihatnya sebagai kesempatan dalam kesempitan. Bahkan saya menganggap keterbatasan yang saya hadapi bukan sebagai penghalang, melainkan sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Selama pandemik berlangsung, tanpa saya duga, tiba-tiba saya ahli mengolah hal-hal kecil yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya menjadi sesuatu yang mengesankan, bermanfaat dan berguna untuk orang lain.

Tidak ada yang bisa menjamin hidup kita kecuali diri kita sendiri. Oleh sebab itu kita harus mengusahakan yang terbaik. Dan tidak ada salahnya menjadi oportunis yang militan. Ada banyak peluang yang memiliki manfaat besar disekitar kita. Tidak perlu berhitung besar kecilnya dulu, asal memberikan keuntungan, jalani dengan berani. Hanya saja, kembali pada prinsip entropi, harus ada yang menjadi penyeimbang supaya oportunisme yang kita jalani tidak bernilai negatif, tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hukum dan perintah agama.

Kita tidak tahu kapan pandemik ini akan berakhir. Namun saya yakin betul ilmu pengetahuan yang banyak dalam bentuk apapun akan sangat berharga sebagai salah satu alat untuk mengatasi pandemik. Tulisan ini adalah salah satunya.

Fungie. ***