Sedang tayang film Perempuan Tanah Jahanam (PTJ) di bioskop-bioskop Indonesia. Film ini ditulis dan disutradarai oleh Joko Anwar. Saya penggemar Joko Anwar. PTJ dibintangi oleh Christine Hakim, Tara Basro, Marisa Anita, Aryo Bayu dan Asmara Abigail. Film ini sangat bagus dan sangat layak ditonton. Saya menonton film ini seorang diri di Solo Paragon. Betapa jahanamnya film ini. Saya perlu waktu 3 hari untuk benar-benar lepas dari adegan-adegan mengerikan yang terekam dalam otak saya.
Sebagai perempuan yang suka melamun, saya menderita anxiety dan overthinking secara bersamaan setelah melihat Perempuan Tanah Jahanam. Selama tiga hari berturut-turut saya berperang melawan pikiran dan imajinasi di otak saya yang makin berkembang hingga saya lelah. Adegan-adegan sangat mengerikan di film PTJ bahkan saya modifikasi dengan imajinasi liar yang saya miliki. Tiga hari serasa tiga tahun. Kepala saya sakit, badan saya lelah, produktivitas saya terganggu. Saya mendapat gangguan yang tidak menyenangkan. Saya menjadi takut berada di tengah keramaian, lebih sensitive terhadap suara, selalu curiga pada orang lain (jangan-jangan dia titisan Nyi Misni), takut mandi, takut melihat pisau, takut melihat perempuan tua berambut putih, takut pohon rindang yang tinggi, dan seterusnya. Gangguan ini memang terlihat sepele, namun karena sudah menganggu aktivitas dan menyebabkan stres ringan, saya harus bertindak. Suhu udara yang sedang panas-panasnya semakin memanaskan suasana sekaligus memberi saya ide untuk menjemur ketakutan saya supaya cepat menguap.

Sebetulnya saya masih beruntung karena saya mengetahui asal muasal sumber ketakutan. Karena jika tidak, proses sembuhnya akan lebih sulit. Menurut saya, ketakutan (apalagi yang berlebihan) tidak boleh dibiarkan berumur panjang dan tidak boleh diberi ruang, karena lama-lama akan bersifat merusak. Ia memperlambat langkah kita dan pada akhirnya akan mengganggu kehidupan yang sangat prestigious.
Sebagai langkah awal untuk lepas dari anxiety dan overthinking PTJ, saya membuat tiga pertanyaan penting untuk diri sendiri, yaitu: Apa yang saya inginkan? Bagaimana caranya supaya keinginan itu tercapai? Apa tindakan yang sudah saya lakukan sehingga saya pada posisi saat ini? Menurut saya, dengan menjawab pertanyaan tersebut ada harapan cerah saya bisa menguraikan benang kusutnya. Apa yang saya inginkan? Yang saya inginkan adalah ketakutan saya segera berakhir. Bagaimana caranya supaya keinginan saya tercapai? Saya harus mencari kesibukan yang melelahkan tanpa harus berpikir keras. Saya memilih membersihkan kamar, memasak, olahraga, dan bertemu agen asuransi. Saya menelepon beberapa agen asuransi yang pernah menawarkan produknya pada saya untuk segera presentasi. Beberapa tidak bersedia hadir karena menyangka saya sedang menyebarkan hoax. Selain itu, saya juga menghindari aktivitas kaum rebahan (scroll up dan scroll down Twitter atau IG di tempat tidur); supaya saya tidak melihat pemberitaan seputar film PTJ. Langkah terakhir saya mengikuti nasehat Jack Canfield.
“You only have control over three things in your life: the thoughts you think, the images you visualize, and the actions you take.” — Jack Canfield
Setelah melakukan beberapa tindakan tersebut, tak lama kemudian, saya bisa lepas dari anxiety dan overthinking PTJ. Saya berhasil mengontrol pikiran saya, saya bisa mengendalikan imaji yang saya visualkan, dan terakhir karena saya memiliki kemauan untuk berubah maka saya bisa kembali kepada kehidupan normal yang saya rindukan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah saya kapok melihat film horor? Sepanjang yang menulis dan yang menyutradarai adalah Joko Anwar, saya tidak kapok. Joko Anwar memiliki cara yang vulgar untuk memberitahu penontonnya supaya menjalani hidup lebih baik. Arahannya jelas dan saya menyukainya.
Tak bisa dipungkiri ada resiko yang harus diterima saat kita sudah mengambil keputusan. Keputusan saya adalah saya menonton film PTJ. Sejak dari rumah, saya sudah bersemangat. Jika dampaknya ada gangguan daily life selama tiga hari setelah melihat film PTJ, itu resiko yang harus saya terima. Toh saya yang memutuskan, jadi saya harus bertanggunghawab. Resiko yang saya hadapi tidak seberapa dibanding jungkir baliknya Joko Anwar membuat film PTJ hingga siap saji di bioskop. Kerja kerasnya harus diapresiasi secara tulus. ***
Fungie