
Saya sangat menyukai lukisan. Pelukis junjungan saya ada tujuh, yaitu Frida Kahlo, Gustav Klimt, Egon Schiele, Amadeo Modigliani, Rembrandt, Jeihan Sukmantoro dan Marc Chagall. Kalau dirangking, Frida Kahlo menempati urutan pertama.

Setiap saat saya berlibur ke luar negeri, museum lukis dan galeri adalah destinasi paling penting yang harus diprioritaskan. Bulan April 2019 lalu, saya berlibur ke Inggris. Saya berkesempatan mengunjungi Ashmolean Museum di Oxford, The Witzwilliam Museum di Cambridge, Tate Modern, Tate Britain, dan The National Gallery di London. Saya beruntung karena saat saya mengunjungi Tate Modern London, sedang berlangsung pameran akbar Van Gogh “Sun Flower.”

Mengunjungi Tate Modern, ternyata tidak cukup dua hari. Masih ribuan koleksi lukisan lagi yang belum saya nikmati dengan seksama. Kejadian yang sama saya alami saat mengunjungi Louvre Museum di Paris, Perancis. Meskipun selama 4 hari berturut-turut saya berkunjung ke museum ini, namun masih ada ribuan lukisan yang belum saya lihat. Yang paling mengesankan dan mendebarkan tentunya saat saya bisa melihat lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci secara langsung di Museum Louvre. Saya puas dan sangat bangga dengan prestasi saya ini. Kini saya sedang menabung supaya bisa kembali ke Perancis lagi menyelesaikan sisa lukisan yang belum saya nikmati.

Saya ingin bercerita sedikit tentang kesan saya mengunjungi Tate Modern, London. Saya sangat menyukai museum ini. Tate Modern tak jauh beda dengan deklarasi saya sebagai wanita masa kini. Bahkan perasaan saya saat mengunjungi Tate Modern sama seperti perasaan saya saat pulang ke rumah sendiri. Semuanya begitu dekat di hati, begitu nyaman dan membuat otak saya berlimpah hormon kebahagian. Di museum ini, saya bertemu pelukis kebanggan saya, yaitu, Modigliani, Klimt, Egon Schiele, Chagall dan Rembrandt. Sayangnya saya tidak (belum) menemukan lukisan Frida Kahlo. Mungkin saya harus ke Mexico City untuk bisa menikmati semua lukisan Kahlo.

Salah satu cerita penting berkaitan dengan lukisan adalah percakapan ajaib saya dengan seorang teman bernama LKT sekitar 16 tahun yang lalu. Awalnya saya tidak mengenal Gustav Klimt, Marc Chagall dan Egon Schiele. Dari LKT perbendaharaan dan pengetahuan lukisan saya meningkat pesat. Beberapa pelukis seperti Delaroche, Gaguin, Rigaud, Corot, Stanley Spencer dan ratusan pelukis yang tidak saya kenal bersliweran di otak saya. Pada suatu hari, saya dan LKT memperbincangkan lukisan Gustav Klimt yang berjudul The Kiss, dan seluruh lukisan Frida Kahlo. LKT sangat menyukai lukisan Gustav Klimt, sementara saya sangat menyukai Frida Kahlo. “Semua laki-laki pasti menyukai lukisan Klimt. Apabila ada laki-laki yang tidak menyukai lukisan Klimt, saya meragukan kelaki-lakiannya,” begitu katanya.

Menurut LKT, alasan saya menyukai Kahlo (sebetulnya) bukan karena lukisannya, namun karena (lebih tertarik) pada kisah drama hidupnya yang sangat mencekam. Dengan panjang lebar LKT menganalisa proses saya menggemari lukisan Frida Kahlo dengan sangat tajam, namun sebetulnya prosesnya keliru. Cara saya menyukai lukisan Kahlo adalah terbalik dan tidak wajar, begitu katanya. Menurutnya, sesorang yang menyukai lukisan, seharusnya mengawali dengan mengagumi terlebih dahulu karya pelukisnya, bukan pada kisah hidup pelukisnya. (Kisah singkat Frida Kahlo dapat dibaca pada link ini): https://stomatarawamangun.wordpress.com/2015/11/01/tubuh-yang-merasakan-membaca-karya-frieda-kahlo/

Pada dasarnya, pendapat tersebut wajar-wajar saja dan sah. Namun entah mengapa, pendapatnya membuat saya sangat tersinggung dan meradang. Perasaan saya yang paling halus yaitu pride (sebagai penggemar berat Frida Kahlo) dilukai dengan sengaja. Saya tidak bisa menerima perlakuan itu dan sangat kesulitan melupakan pendapatnya yang (menurut saya) sangat buruk. Saya bahkan tidak bersedia lagi membalas email dan pesan pendeknya selama beberapa minggu setelah percakapan tersebut.
Pada tanggal 25 Juni 2003, saat LKT berada di Vietnam, ia mengirimkan email berbahasa Inggris yang terjemahannya kira-kira begini: “Saat ini saya panik. Ada banyak pertanyaan di benak saya, namun pertanyaan-pernyataan tersebut tidak memiliki jawaban yang pasti. Anehnya, pertanyaan itu malah menggiring saya menemukan titik awal untuk memahami sesuatu atau seseorang dengan lebih baik. Bagi saya kamu seperti lukisan abstrak, menimbulkan banyak tafsir. Bukan masalah apakah saya benar atau salah dalam menafsirkannya. Lebih penting dari itu, kumpulan tafsiran itu menimbulkan efek kejut yang parah. Saya kaget bertemu dengan orang yang memiliki kepribadian berlapis-lapis seperti pori-pori kulit. Saya tidak bisa memasukkan kamu pada satu tipe kepribadian seperti yang sudah tersedia di buku psikologi. Kamu tidak terduga dan sangat berbahaya. Kalau kamu menjadi penjahat pasti sangat sadis karena tak segan melakukan serangan berkali-kali pada target dan meninggalkan jejak mencurigakan pada setiap korbannya. Akan tetapi, aku berharap menjadi korban kejahatan itu. LKT.”
Bagi saya, email tersebut adalah email terindah sepanjang sejarah peradaban manusia. Apalagi dengan idenya mengaitkan perilaku penjahat dan perilaku saya. Saya juga tertarik dengan kerelaannya menjadi korban kejahatan si penjahat. Menurut saya, apabila seseorang secara sukarela bersedia menjadi korban kejahatan seseorang, pastilah orang tersebut memiliki hati yang baik dan sangat visioner. Ia pasti ahli strategi yang hebat dan paham betul kelemahan penjahat sehingga dengan sukarela dan bahkan menantang untuk dijadikan korban. Menurut saya, inilah titik awal saat saya merasa perlu memperhatikan LKT secara khusus di dalam hati saya. Lalu saya membalas emailnya dengan kata-kata sbb: “FBI pernah merilis statistik penjahat paling berbahaya berdasarkan tanggal lahir. Hasil temuan FBI membuat saya tercengang. Karena penjahat yang paling berbahaya berbintang Cancer. Mengapa berbahaya? Karena orang-orang ini memiliki perubahan mood yang sangat mengejutkan dan membabi-buta. Bahkan jumlah penjahat yang tertangkap dengan zodiak Cancer jauh lebih banyak dibanding penjahat berzodiak lain. Saya lahir tanggal 3 Juli.”

Tidak disangka LKT pun berbintang Cancer. Dua tahun kemudian, saya dan LKT menikah pada tanggal 1 Oktober di Solo. Selanjutnya, saya menjadi pasangan Cancer yang berbahagia dan tidak berbahaya hingga hari ini. Dan tidak disangka pula, pelukis-pelukis yang saya junjung tinggi ternyata berbintang Cancer. LKT sangat menyukai lukisan Jeihan Sukmantoro yang berjudul Istri.***

Fung Ie